M E N U

Apakah Kutu Buku membuat Buku Berkutu?





Jawaban yang paling gampang adalah “tidak”. Logika sederhanaini muncul  karena bukunya sering atau mungkin kadang-kadang dibuka-buka, sehingga para kutu akan malu untuk mendekat. Kita mungkin pernah dihadapkan pada situasi yang membuat kita agak sulit untuk memulai mengatakannya. Hal serupa bisa juga terjadi pada cara kita ingin mengawali cara menuangkan pikiran. Bagian ini sedikit menyibak pengalaman sejenis walau dalam situasi yang sederhana namun pengalaman itu dapat membantu jari-jari ini untuk tidak ragu mendekati keyboard dan mulai menuliskannya. Seperti cara lain ketika yang ada hanya pensil atau pena dan selembar kertas dengan sesegera membuat coretan-coretan kecil membuat sketsa pikiran agar tidak lupa ada gagasan yang mengalir dan dapat dibagikan dalam bentuk ide-ide sederhana. Tidak hanya itu bahkan sobekan kertas atau belakang kalender bisa juga menjadi kanvas untuk mencoretkan ide-ide yang muncul spontan.

Pada saat saya masih berumur tiga tahun ada suatu buku yang terbit, jauh di benua lain. Usai menyelesaikan kelas tiga Sekolah Menengah Atas (SMA) atau (SMU), buku itu saya beli dengan harga yang tentu saja sangat murah. Tiga tahun diperguruan tinggi buku itu masih belum bisa menarik perhatian saya karena sangat tebal dan isinya juga sulit dimengerti. Tiga tahun pertama mengajar, seorang Ibu menceritakan tentang anaknya yang kutu buku dan sampai-sampai ke toilet pun masih membawa buku. Terketuk saya dibuat oleh cerita sang ibu tadi karena saya termasuk agak malas untuk membaca. Bisa-bisa buku-buku yang saya punya jadi berkutu. Jadilah keinginan untuk melongok buku-buku yang belum sempat dilihat isinya walaupun sudah dimiliki beberapa tahun, dan ternyata betul-betul terbukti. Ada satu dua buku yang memang  benar demikian adanya, yakni dihuni oleh kutu-kutu pemakan buku, dan akhirnya saya putuskan untuk saya buang karena sudah tidak layak. Namun beruntung karena masih ada buku-buku lain yang belum diserang oleh para kutu itu.

Ada daya tarik pertama ketika saya mendapatkan sebuah kata “kesimpulan” yang ada dibagian awal buku itu. “Nah ini dia!”, ini pasti cepat selesai. Karena sudah dapat kesimpulan sebelum sampai dihalaman tujuh ratus dua pulu empat ujung halamannya. Cukup sampai halaman tiga puluh empat dan sedikit tiga puluh lima sudah tahu istinya. Cara berpikir ini sama sekali bukan saran untuk teman-teman yang ingin belajar sungguh-sungguh. Karena cara membaca asalan saya ini bisa jadi hanya seperti shorcut atau icon yang tidak berfungsi sehingga tidak bisa tersambung dengan konten lengkap atau keutuhan gagasan sehingga pemahaman bisa buyar atau bias, karena tidak terjaring kaitan yang lengkap antara bagian-bagian yang sangat kompleks.

Berikutnya :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar